Kembalikan Semangat CSR

Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia dianggap sudah kehilangan ruhnya. Hal ini diwacanakan oleh Syahrial Dolol selaku Ketua Apindo Kota Banjarmasin dalam diskusi terbatas studi implementasi Perda CSR di Banjarmasin yang digelar di Hotel Roditha Banjarmasin, Kamis (6/10) lalu.

kembalikan-semangat-csr-pirac-csr-fundraising
Keterangan foto : DUDUK BERSAMA – Para perwakilan dari Pemko Banjarmasin, Apindo Banjarmasin, Gapkindo Kalsel, Pelindo III, Rumah Zakat, dan RBP bersama Direktur Eksekutif Pirac sesaat setelah diskusi terbatas Studi Implementasi Perda CSR di Banjarmasin.

Syahrial menganggap banyaknya aturan yang dibuat malah membatasi semangat CSR itu sendiri. “Yang namanya CSR itu kepedulian sosial, jadi mengherankan jika pemerintah sibuk membuat aturan CSR. Nanti jatuhnya jadi pajak dong!,” ujarnya.

Diskusi yang diadakan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (Pirac) itu memang dilatarbelakangi adanya tren pembuatan perda CSR di Indonesia. Terlebih lagi munculnya polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) CSR di DPR RI tentang besaran dana CSR yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan. “Dalam kurun empat tahun terakhir puluhan perda dan raperda mengenai CSR muncul di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya di Banjarmasin,” ujar Direktur Eksekutif Pirac Nor Hiqmah yang langsung bertindak sebagai fasilitator diskusi.

Menurut Pirac, tren pembuatan perda ini dipicu oleh peran CSR yang belum optimal dan keinginan para policy maker di daerah untuk terlibat langsung dalam pelaksanaan program CSR di daerahnya. Hasan Yuniar dari Gapkindo Kalsel menyayangkan hal tersebut. “Pemerintah seharusnya hanya mengawasi bagaimana program CSR itu berjalan. Bukan terlibat langsung,” ujarnya di tengah diskusi.

Sebagai perwakilan pemerintah satu-satunya yang hadir saat itu, Jefrie dari Bagian Hukum Pemko Banjarmasin mengatakan bahwa perda yang dibuat punya tujuan positif bagi pembangunan. “Semangat penyusunan perda CSR adalah sebagai upaya mengarahkan potensi dana tersebut untuk pembangunan daerah yang tepat sasaran,” ungkap pria berkacamata itu.

RBP dan Rumah Zakat (RZ) yang hadir sebagai perwakilan lembaga masyarakat berharap potensi CSR jangan sampai tumpang tindih dengan potensi-potensi yang lain. “Agar tujuan itu tercapai, maka penting untuk membuat sebuah forum atau wadah untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam hal ini pemerintah bisa mengambil peran,” kata Branch Manager RZ Sugianur.

Diskusi terbatas yang berlangsung selama hampir tiga jam itu akhirnya menghasilkan beberapa kesimpulan. Salah satunya menolak adanya UU CSR di Indonesia. “Hasil studi secara keseluruhan akan kami jadikan masukan dalam penyusunan rekomendasi perumusan RUU CSR,” papar Nor Hiqmah. (en)

 

#Repost Dari Radar Banjar Peduli, 9 Oktober 2016



Leave a Reply