Malangnya Kota Malang

Kota Malang berhawa sedang, dulu terkenal sebagai kota dingin di Jawa Timur. Malang terletak pada ketinggian antara 429 – 667 meter di atas permukaan air laut. 112,06° – 112,07° Bujur Timur dan 7,06° – 8,02° Lintang Selatan, dengan dikelilingi gunung-gunung : Gunung Arjuno di sebelah Utara, Gunung Semeru di sebelah Timur, Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat, Gunung Kelud di sebelah Selatan

Jumlah penduduk Kota Malang 820.243 (2010), dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun. Sebagian besar penduduk Kota Malang adalah suku Jawa, serta sejumlah suku-suku minoritas seperti Madura, Arab, dan Tionghoa. Agama mayoritas adalah Islam, diikuti dengan Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.

Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak zaman kolonial antara lain Masjid Jami (Masjid Agung), Gereja Hati Kudus Yesus, Gereja Kathedral Ijen (Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel), Klenteng di Kota Lama serta Candi Badut di Kecamatan Sukun dan Pura di puncak Buring.

Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren, yang terkenal ialah Ponpes Al Hikam pimpinan KH. Hasyim Muzadi, dan juga adanya pusat pendidikan Kristen berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara, salah satunya adalah Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Kendatipun geliat kehidupan beragama yang toleran di Malang sangat kentara, di balik itu Malang menyimpan ‘bom waktu’ yang sewaktu-waktu bisa meledak. Malangnya Kota Malang disebut-sebut sebagai Kota Rangking 2 setelah Kota Surabaya memiliki jumlah penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquires Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) terbanyak di Jawa Timur. Jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Malang, di tahun 2011 meningkat drastis, jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Kepala Bidang pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, dr Nusindrati, mengemukakan, selama kurun waktu 2011 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 2.021 orang dan tahun 2010 sebanyak 1.636 orang.

“Selama satu tahun ada peningkatan hingga 365 orang dan menjadi ancaman yang patut kita waspadai, apalagi sekarang penyebabnya mulai ada pergeseran. Kalau sebelumnya karena penggunaan jarum suntik obat-obatan terlarang, sekarang seks bebas sudah mulai menggejala,” tegasnya seperti dikutip Antara, beberapa waktu lalu.

Dari data tersebut, katanya, penderita paling banyak adalah kaum laki-laki, yakni mencapai 65,71 persen dan perempuan 34,29 persen. Sedangkan dari usia penderita, rata-rata 25-49 tahun (67,79 persen) dan selebihnya dari berbagai usia.

Sementara itu, Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Malang, Adi Purwanto, mengakui dari tahun ke tahun narkoba tetap sebagai pemicu menularnya penyakit HIV/AIDS di daerah berhawa dingin ini. Hubungan heteroseksual (seks bebas) menyusul menempati posisi kedua dengan persentase 37 persen.

“Hampir 42 persen dari total 298 penderita yang terdata hingga akhir tahun lalu (2011) memiliki ketergantungan yang kuat terhadap narkoba,” ujarnya seperti dikutip dari satuportal.com.

Selain itu, tandas Adi, pemasangan tato menempati posisi ketiga dengan persentase 10 persen, homoseksual 4 persen, dan 7 persen lainnya dipicu dari waria, bekas tenaga kerja wanita (TKW), dan tertular suami.

“Penambahan jumlah penderita paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yang mencapai 93 orang dengan rincian 72 laki-laki dan 21 perempuan. Pada tahun 2007 mengalami penurunan dan tahun 2008 kembali meningkat,” papar Adi.

Jumlah penderita pada tahun 2007 mencapai 57 orang terdiri atas laki-laki 34 orang dan 23 perempuan, sedangkan 2008 meningkat menjadi 85 orang dengan rincian 56 laki-laki dan 29 perempuan.

Terkait penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia, Adi memaparkan, pada tahun 2006 sebanyak 16 orang yang meninggal dan tahun 2007 sebanyak 19 orang. Menurut dia, dari total penderita sejak tahun 1991 hingga sekarang sebanyak 298 orang, sebagian besar di antaranya usia produktif antara 15 tahun dan 45 tahun sebanyak 80-90 persen.

“Para penderita HIV/AIDS ini biasanya ditemukan ketika mereka memeriksakan diri ke rumah sakit atau terdeteksi dari donor darah di Palang Merah Indonesia (PMI),” imbuhnya.

Begitu besar wilayah sebaran dari HIV/AIDS ini, jadi sangat tepat kalau pendidikan HIV/AIDS masuk ke sekolah-sekolah, mengingat 10 tahun lagi, anak-anak yang kini duduk di SMP dan SMA memasuki usia yang rawan terkena HIV/AIDS di Malang.

Seperti yang dilakukan Yayasan Unilever Indoensia (YUI) bermitra dengan SPEKTRA di Malang selama tahun 2011, melakukan program Stop HIV/AIDS dengan memberikan pendidikan ke anak-anak sekolah dan membentuk Duta Stop AIDS dari kalangan pelajar itu. Program ini menyasar 10 SMP dan 10 SMA di Malang. Bagaimana tingkat keberhasilan program ini? Saat ini tengah dilakukan evaluasi oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC).

Ditulis Maifil Eka Putra, Manager Informasi, Dokumentasi dan Penerbitan PIRAC

 



Leave a Reply