Saat ini, orang muda Indonesia mudah tersundut hate speech maupun postingan berbau ekstremisme. Sehingga orang lebih mudah menjustifikasi dan curiga. Ini menjadi tantangan besar bagi semua orang, termasuk para perempuan penggerak perdamaian. Perlu banyak strategi untuk menguatkan masyarakat dalam membangun ketahanan di tingkat akar rumput.

Organisasi non profit Search for Common Ground SFCG-Indonesia, berkolaborasi dengan Management Systems International (MSI) dan Love Frankie, mengimplementasikan kegiatan kontra ekstremisme kekerasan (counter violent extremism – CVE). Salah satu program tersebut adalah mengembangkan modul pelatihan Pengarusutamaan Common Ground Approach (CGA) untuk Perempuan Pembina Perdamaian. Modul ini bertujuan memberdayakan para perempuan yang merupakan aktor penting dalam upaya promosi perdamaian dan toleransi di dalam organisasi atau komunitas masing-masing, agar mereka dapat mendukung upaya transformasi konflik melalui CGA.

Pada 5-8 Januari 2020, SFCG-Indonesia melakukan pelatihan pilot selama tiga hari untuk menguji modul tersebut. Pelatihan ini untuk menilai kelayakan penerapan modul pelatihan CGA ini. Metode pelatihan ini banyak menggunakan simulasi permainan, diskusi kelompok, dan praktik. Setelah sesi selesai, para peserta diminta memberikan umpan balik untuk finalisasi 11 modul CGA ini. Sekitar 20 peserta dari berbagai perwakilan organisasi dan komunitas perdamaian hadir, termasuk lembaga riset PIRAC. Ada tiga fasilitator yang “membedah” modul ini, di antaranya Moudy cynthia, Faisal Margie, dan Direktur SCFG- Indonesia, Bahrul  Wijaksana.  

Mayoritas peserta mengaku puas mengikuti pelatihan ini, banyak hal baru yang didapat. Misalnya Siti dari Young Interfaith Pece Community, “Sesi identitas dan dignity itu menarik sekali, pas banget buat mengidentifikasi di mana sumber konflik,” kata Siti. Pirac juga turut memberi masukan mengenai modul CGA ini, salah satunya adalah bagaimana mendetailkan konten briefing fasilitator di tiap modul.

Beberapa peserta berencana mengaplikasikan ilmunya di lingkungan mereka. “Pelatihan ini pas untuk saya, karena di bulan Januari ada pelatihan fasilitator untuk pengajar di LAPAS Anak. Saya akan mengaplikasikannya kepada para fasilitator nanti,” Kata Mila, koordinator Generasi Literat. Serupa dengan Mila, Deden, sebagai aktivis perdamaian ia akan merekomendasikan modul ini untuk pemberdayaan kepada petugas LAPAS terorisme Perempuan dan anak. Sementara Rizka, peneliti Yayasan Prasasti perdamaian, ingin mengaplikasikannya di kantor tempatnya bekerja, “sebelum ini diaplikasikan kepada orang lain, ilmu ini akan saya bagikan kepada tim saya di kantor. Bagaimana kita bisa melakukan pelatihan perdamaian ke luar, kalau di internal saja kami belum bisa menangani konflik,” Menurut  Rizka. Dahlia, perwakilan Pirac, sangat tertarik untuk membagikannya kepada tim PIRAC agar bisa dibagikan kepada para peserta Depok Beragam. Depok Beragam adalah inisiatif Pirac untuk merangkul anak muda Depok agar lebih toleran dan peduli. 



Leave a Reply